Rasulullah saw. keluar untuk mencegat kafilah Quraisy yang membawa harta dagangan. Beliau benar-benar tidak mengetahui keberadaan pasukan Quraisy yang sedang bergerak mendatanginya. Beliau pun tinggal di luar kota Madinah, sambil mempersiapkan pasukan dan mengembalikan mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk berperang.
Kekuatan Kaum Muslimin
Pasukan kaum muslimin di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. berjumlah 313 orang. Bersama mereka terdapat 2 ekor kuda, satu milik Zubair bin ‘Awwam dan seekor lainnya milik Miqdad bin ‘Amr, serta 70 unta yang mereka tunggangi secara bergantian.
‘Abdullah bin Mas’ud berkata, ”Ketika Perang Badar, setiap tiga orang dari kami menungganngi seekor unta. Abu Lubabah, ‘Ali, dan Rasulullah saw. bergantian menaiki unta. Ketika giliran Rasulullah saw. untuk berjalan kaki, keduanya berkata, ‘Kami akan menggantikanmu untuk berjalan kaki.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Kalian berdua tidaklah sekuat diriku, dan aku tidak lebih membutuhkan pahala dari kalian berdua.’“
Rasulullah saw. mempercayakan panji berwarna putih kepada Mush’ab bin ‘Umair. Sementara di hadapan beliau sendiri terdapat dua buah bendera. Di sebelah kanan beliau terdapat Zubair bin ‘Awwam dan di sebelah kiri terdapat Miqdad bin Al-Aswad, serta di belakangnya terdapat Qais bin Abi Sha’sha’ah.
Kekuatan Kaum Musyrikin
Pasukan musyrikin berhasil memobilisasi 950 orang yang kebanyakan mereka berasal dari Quraisy. Bersama mereka terdapat 200 ekor kuda dan unta dalam jumlah yang sangat banyak sekali untuk mereka tunggangi sekaligus membawa perbekalan dan makanan mereka selama di perjalanan.
Orang-orang musyrikin tidak memiliki seorang pemimpin umum. Hanya saja di antara mereka terdapat dua orang terpandang, yaitu ‘Utbah bin Rabi’ah dan Abu Jahal beserta sekian orang pemuka Quraisy lainnya.
Tahap Intelejin dan Pengintaian
Pasukan muslimin menyusuri jalur yang biasa dilalui oleh kafilah-kafilah dagang yang terbentang di antara Badar dan Kota Madinah. Panjangnya sekitar 60 kilometer. Rasulullah saw. mengutus beberapa orang melakukan pengintaian untuk kepentingan informasi dan keamanan dari kemungkinan serangan tiba-tiba yang kiranya tidak dapat mereka tangani.
Tahap Pertama
Rasulullah saw. mengutus Basbas bin ‘Amr dan ‘Ady bin Abi Zaghba. Mereka pun pergi hingga sampai ke wilayah Badar. Mereka singgah di sebuah bukit dekat dengan sumber air. Lalu mereka mengambil air dan meletakkannya pada tempat air kecil yang mereka bawa lalu meminumnya. Mereka berdua bertugas untuk mengumpulkan informasi. Akhirnya ‘Ady dan Basbas mendengar dua orang anak perempuan dari penduduk sekitar saling berselisih seputar air. Salah seorang dari mereka berkata, ”Besok akan datang rombongan dan aku akan bekerja untuk mereka kemudian aku akan mengganti hari yang seharusnya jadi milikmu.” Mereka berdua kemudian memberitahukannya kepada Rasulullah saw. dan para sahabatnya untuk memberikan analisis atas informasi tersebut.
Tahap Kedua
Kemudian Rasulullah saw. mengutus ‘Ali bin Abi Thalib r.a., Zubair bin ‘Awwam, dan Sa’d bin Abi Waqqash dalam satu regu untuk pergi ke sumber air di Badar sambil mencari informasi. Mereka pun berhasil menawan beberapa orang Quraisy yang bertugas untuk mengambil air. Beberapa dari mereka kemudian masuk Islam, di antaranya budak Bani Hajjaj dan ‘Aridh Abu Yasar budak Bani ‘Ash bin Sa’d. Mereka membawanya kepada Nabi untuk diinterogasi.
Rasulullah saw. menanyai keduanya. Mereka menjawab, ”Kami adalah milik pasukan Quraisy dan kami tidak mengetahui apapun tentang Abu Sufyan.” Rasulullah saw. kembali bertanya, ”Berapa jumlah mereka?” Keduanya menjawab, ”Banyak, kami tidak tahu berapa jumlahnya.” Rasulullah saw. melanjutkan, ”Berapa banyak unta yang mereka sembelih untuk dimakan?” Keduanya menjawab, ”Sembilan, dan hari lainnya sepuluh.” Rasulullah saw. berkata, ”Mereka sekitar 900 sampai 1.000 orang.”
Beliau melanjutkan pertanyaannya, ”Siapa saja pemuka Quraisy yang ikut bersama mereka?” Keduanya menjawab, “’Utbah bin Rabi’ah, Syaibah, Abu Al-Buhturi bin Hisyam, dan Hakim bin Hizam.” Keduanya lalu menyebutkan beberapa orang pemuka Quraisy lainnya. Kemudian Rasulullah saw. berkata, ”Kota Makkah ini telah melemparkan kepada kalian kepingan-kepingan hatinya.” Beliau mengatakannya dengan maksud untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Rasulullah Melakukan Pengintaian
Rasulullah saw. pergi bersama Abu Bakar untuk melakukan pengintaian dan pengumpulan informasi. Beliau berjumpa dengan seorang badui yang sudah tua dan bertanya kepadanya tentang perihal Quraisy, Muhammad serta para sahabatnya, dan semua berita yang berhubungan dengan mereka. Orang tua itu pun menjawab, ”Aku tidak akan memberitahu kalian sebelum kalian mengatakan siapa diri kalian berdua?” Rasulullah saw. menjawab, ”Jika engkau memberitahu kepada kami terlebih dahulu, maka kami pun akan mengatakannya kepadamu.” Orang tua itu berkata, ”Atau itu dengan itu?” Rasulullah saw. menjawab, ”Ya.” Orang tua itu berkata, ”Aku dengar bahwa Muhammad dan sahabatnya keluar pada hari fulan. Dan kalau orang yang memberitahuku jujur, berarti hari ini mereka telah sampai di tempat fulan (yaitu di tempat di mana Rasulullah saw. ketika itu berada). Dan aku mendengar bahwa Quraisy keluar pada hari fulan. Dan kalau orang yang memberitahuku jujur, berarti hari ini mereka telah sampai di tempat fulan (yaitu tempat di mana pasukan Quraisy berada.)” Setelah selesai berbicara orang tua itu pun bertanya, ”Dari mana kalian berdua?” Rasulullah saw. menjawab, ”Kami dari Maa` (air)” Kemudian ia pergi meninggalkannya. Orang tua itu kembali bertanya, ”Apa itu Maa`? Apakah Maa` yang ada di Irak?”
Kaum Muslimin Menganalisis Informasi
Semua informasi yang diperoleh dari aktivitas intelejen menunjukkan bahwa rombongan kafilah dagang telah selamat dan pasukan orang-orang musyriklah yang kini berada di hadapan mereka. Pasukan Quraisy sekitar 900 hingga 1.000 orang. Di antara mereka terdapat beberapa orang pemuka Quraisy. Jumlah mereka tidak dapat disepelekan. Lalu apakah yang harus dilakukan umat Islam di hadapan informasi-informasi seperti ini?
Demikianlah kedua pasukan semakin berdekatan dan keduanya sama-sama tidak mengetahui apakah yang akan terjadi di balik pertemuan yang menegangkan itu. Itulah latar belakang meletusnya peperangan pertama di dalam sejarah Islam telah Allah swt. susun sedemikan rupa. Sebuah peperangan antara kebenaran dan kebatilan. Allah swt. berfirman, ”Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepada kalian salah satu dari dua kelompok bahwa ia akan menjadi milik kalian. Kalian berharap bahwa kelompok yang tidak memiliki kekuatanlah yang akan menjadi miliki kalian. Dan Allah swt. ingin menegakkan yang haq dengan kalimatnya, dan memusnahkan orang-orang yang kafir. Agar Ia menegakkan yang hak dan memusnahkan kebatilan meskipun orang-orang berhati durjana tidak menyukainya.” (Al-Anfal: 7-8)
Syuro
Semua yang telah direncanakan kaum muslimin akhirnya berubah. Hal-hal baru yang tak terduga sebelumnya tampak ke permukaan. Oleh karenanya ada penyikapan yang harus dipelajari dengan mengacu kepada beberapa hal berikut:
1. Tujuan pertama kaum muslimin adalah untuk mencegat rombongan kafilah dagang, dan bukan untuk berperang.
2. Minimnya persiapan dan jumlah kaum muslimin ketika itu.
3. Perjanjian yang mengikat antara Rasulullah saw. dan kaum Anshor pada saat itu adalah memberikan pertolongan di Kota Madinah, bukan di luar wilayah tersebut.
Hal-hal inilah yang sekiranya menuntut seorang pemimpin untuk mendengar secara langsung masukan dari para pasukannya. Oleh karena itu, Rasulullah saw. kemudian mengumpulkan orang-orang untuk bermusyawarah.
Beliau berkata, ”Wahai sekalian orang, berikanlah pendapat kepadaku!” Abu Bakar pun berdiri. Kemudian ia berbicara dan memberikan masukan yang baik kemudian. Kemudian ‘Umar berdiri lalu berbicara dan memberikan masukan yang baik. Kemudian Miqdad bin ‘Amr bangkit seraya berkata, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami benar-benar telah beriman kepadamu. Maka laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu dan kami akan bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang telah dikatakan oleh para pengikut Musa kepadanya, ’Pergilah engkau bersama Tuhanmu! Dan berperanglah kalian berdua. Kami akan duduk menunggu di sini.’ Namun kami akan mengatakan, ’pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kalian berdua. Sesungguhnya kami akan berperang bersama kalian.’ Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau pergi bersama kami ke wilayah Barkil Ghimaad (di ujung Yaman), niscaya kami akan berperang bersamamu menghadapi orang yang menghalangimu hingga engkau sampai ke sana.”
Lalu Rasulullah saw. berkata kepadanya dengan perkataan yang baik serta mendoakannya. Kemudian beliau kembali meminta, ”Wahai sekalian orang, berikanlah masukan kepadaku!” seakan-akan beliau memintanya dari kalangan Anshor. Ia ingin mendengar pendapat mereka tentang apa yang sedang dihadapainya saat itu. Sa’d bin Mu’adz berdiri dan berkata, ”Demi Allah, wahai Rasulullah, sepertinya engkau menginginkan kami?” Rasulullah saw. menjawab, ”Tepat.” Sa’d berkata, ”Kami benar-benar telah beriman kepadamu, kami membenarkanmu dan bersaksi bahwa engkau membawa kebenaran. Kami berikan untuk semua itu janji dan kesetiaan kami untuk mendengar dan taat. Maka laksanakanlah apa yang engkau mau. Dan kami akan bersamamu. Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya saja di hadapan kami terdapat lautan, niscaya kami akan menyelaminya bersamamu. Tak seorang pun dari kami yang akan tinggal. Kami tidak enggan untuk bertemu musuh esok hari. Kami adalah kaum yang sabar dalam berperang dan menetapi ketika bertemu musuh. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu dari kami apa yang dapat menenangkan pandanganmu. Maka pergilah dengan penuh keberkahan dari Allah!”
Rasulullah saw. pun merasa gembira. Lalu beliau berkata, ”Pergilah kalian dengan penuh keberkahan dari Allah dan berbahagialah karena sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu dari kedua rombongan tersebut. Demi Allah, seakan-akan sekarang aku sedang melihat kematian mereka.”
Syuro Seputara Tempat dan Posisi Pasukan
Ketika Rasulullah saw. hendak bergerak menghadapi pasukan musyrikin dan mendirikan kemah di hadapannya serta mengambil posisi sebagai persiapan sebelum perang, beliau masih terus mendengarkan saran dari para sahabatnya. Hubbab bin Mundzir bin Jamuh berkata, ”Wahai Rasulullah, apakah tempat ini adalah wahyu yang Allah turunkan sehingga kami tidak punya hak untuk bergeser maju ataupun mundur. Ataukah ini hanyalah pendapat pribadi, dan peperangan adalah tipu daya dan strategi?” Rasulullah saw. menjawab, ”Tidak. Ini hanyalah pendapat pribadi, dan peperangan adalah tipu daya dan strategi.” Hubbab kembali berkata, ”Wahai Rasulullah, ini bukanlah lokasi yang tepat. Pergilah bersama beberapa orang hingga kita sampai lebih dekat dengan sumber air, lalu kita singgah di sana. Kemudian kita gali beberapa sumur dan sebuah kolam, lalu kita isi air. kemudian kita perangi mereka. Sehingga kita dapat minum dan mereka tidak.” Rasulullah saw. berkata, ”Engkau benar-benar telah memberikan pendapatmu.”
Rasulullah saw. segera bangkit beserta beberapa orang sahabatnya. Ia pun pergi hingga mendekati sumber air suatu penduduk dan singgah di sana. Lalu beliau memerintahkan sahabatnya untuk membuat sumur dan sebuah kolam besar pada sumur tempat ia singgah serta mengisinya dengan air. Kemudian mereka lemparkan ke dalamnya tempat air. Mereka pun akhirnya mendapatkan sumber air, sementara kaum musyrikin tidak mendapatkannya. Sekelompok orang musyrikin datang sambil menahan perih karena kehausan. Mereka ingin mengambil air dan meminumnya. Seluruhnya terbunuh pada saat Perang Badar, kecuali Hakim bin Hizam yang sempat masuk Islam setelah itu. Ia begitu bersyukur kepada Allah swy. atas keselamatan dirinya pada saat Perang Badar. Karena kalau tidak, niscaya saat itu ia mati dalam keadaan kafir.
Allah swt. Ingin Memenangkan Kebenaran
Tidak diragukan lagi bahwa pertempuran antara pasukan muslimin dan musyrikin akan menjadi sebuah pertempuran yang sangat dahsyat. Karena orang-orang Quraiys dengan kesombongannya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk membinasakan Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya sehingga hukum paganisme menjadi satu-satunya aturan hukum yang berlaku. Namun demikian, Allah swt. menginginkan agar kekuatan kaum muslimin yang telah dibangun di Kota Madinah dan dilatih sedemikian rupa sehingga berhasil melahirkan pasukan-pasukan yang kokoh mampu mengepakkan debu di medan perang, setelah selama lima belas tahun berada di bawah tekanan penindasan dan kelaliman serta membela akidah dan dakwah yang mereka bawa.
Oleh karenanya, terlihat kemudian bahwa pertemuan antara keduanya benar-benar akan menyisakan kepahitan dan keperihan yang teramat sangat. Namun di balik semua ini, Allah swt. ingin menghancurkan kekuatan pendukung kebatilan dan meninggikan kebenaran dan para pembelanya.
”Dan (ingatlah) ketika Allah swt. menjanjikan kepada kalian salah satu dari dua kelompok bahwa ia akan menjadi milik kalian. Kalian berharap bahwa kelompok yang tidak memiliki kekuatanlah yang akan menjadi miliki kalian. Dan Allah swt. ingin menegakkan yang haq dengan kalimatnya, dan memusnahkan orang-orang yang kafir. Agar Ia menegakkan yang hak dan memusnahkan kebatilan meskipun orang-orang berhati durjana tidak menyukainya.”
“(yaitu hari) ketika kalian berada di pinggir lembah yang dekat, sementara mereka berada di lembah yang jauh sedang kafilah itu berada di bawah kalian. Sekiranya kalian mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), nicaya kalian akan berselisih pendapat dalam menentukannya. Akantetapi (Allah mempertemukan kedua pasukan itu) agar Ia melakukan suatu urusan yang harus dilaksanakan. Yaitu agar orang yang binasa itu akan mendapatkan kebinasaannya atas dasar keterangan yang jelas dan agar orang yang hidup itu mendapatkan kehidupannya atas dasar keteranan yang jelas. Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
“(Yaitu) ketika Allah menampakkan mereka di dalam mimpimu (dalam jumlah yang) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepadamu (dalam jumlah yang) banyak, tentu saja kamu menjadi gentar dan berbantah-bantahan dalam hal tersebut. Akantetapi Allah telah menyelamatkamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala yang apa yang terdapat di dalam hati. Dan ketika Allah menampakkan mereka kepada kalian, seketika itu kalian berjumpa dengan mereka dalam jumlah yang sedikit di hadapan matamu. Sementara Allah menampakkanmu dalam jumlah yang sedikit di mata mereka. Karena Allah hendak melakukan satu urusan yang harus dilaksanakan. Dan hanya kepada Allah lah segala urusan dikembalikan”
sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/perang-badar-kubra-bagian-2/
Pasukan kaum muslimin di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. berjumlah 313 orang. Bersama mereka terdapat 2 ekor kuda, satu milik Zubair bin ‘Awwam dan seekor lainnya milik Miqdad bin ‘Amr, serta 70 unta yang mereka tunggangi secara bergantian.
‘Abdullah bin Mas’ud berkata, ”Ketika Perang Badar, setiap tiga orang dari kami menungganngi seekor unta. Abu Lubabah, ‘Ali, dan Rasulullah saw. bergantian menaiki unta. Ketika giliran Rasulullah saw. untuk berjalan kaki, keduanya berkata, ‘Kami akan menggantikanmu untuk berjalan kaki.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Kalian berdua tidaklah sekuat diriku, dan aku tidak lebih membutuhkan pahala dari kalian berdua.’“
Rasulullah saw. mempercayakan panji berwarna putih kepada Mush’ab bin ‘Umair. Sementara di hadapan beliau sendiri terdapat dua buah bendera. Di sebelah kanan beliau terdapat Zubair bin ‘Awwam dan di sebelah kiri terdapat Miqdad bin Al-Aswad, serta di belakangnya terdapat Qais bin Abi Sha’sha’ah.
Kekuatan Kaum Musyrikin
Pasukan musyrikin berhasil memobilisasi 950 orang yang kebanyakan mereka berasal dari Quraisy. Bersama mereka terdapat 200 ekor kuda dan unta dalam jumlah yang sangat banyak sekali untuk mereka tunggangi sekaligus membawa perbekalan dan makanan mereka selama di perjalanan.
Orang-orang musyrikin tidak memiliki seorang pemimpin umum. Hanya saja di antara mereka terdapat dua orang terpandang, yaitu ‘Utbah bin Rabi’ah dan Abu Jahal beserta sekian orang pemuka Quraisy lainnya.
Tahap Intelejin dan Pengintaian
Pasukan muslimin menyusuri jalur yang biasa dilalui oleh kafilah-kafilah dagang yang terbentang di antara Badar dan Kota Madinah. Panjangnya sekitar 60 kilometer. Rasulullah saw. mengutus beberapa orang melakukan pengintaian untuk kepentingan informasi dan keamanan dari kemungkinan serangan tiba-tiba yang kiranya tidak dapat mereka tangani.
Tahap Pertama
Rasulullah saw. mengutus Basbas bin ‘Amr dan ‘Ady bin Abi Zaghba. Mereka pun pergi hingga sampai ke wilayah Badar. Mereka singgah di sebuah bukit dekat dengan sumber air. Lalu mereka mengambil air dan meletakkannya pada tempat air kecil yang mereka bawa lalu meminumnya. Mereka berdua bertugas untuk mengumpulkan informasi. Akhirnya ‘Ady dan Basbas mendengar dua orang anak perempuan dari penduduk sekitar saling berselisih seputar air. Salah seorang dari mereka berkata, ”Besok akan datang rombongan dan aku akan bekerja untuk mereka kemudian aku akan mengganti hari yang seharusnya jadi milikmu.” Mereka berdua kemudian memberitahukannya kepada Rasulullah saw. dan para sahabatnya untuk memberikan analisis atas informasi tersebut.
Tahap Kedua
Kemudian Rasulullah saw. mengutus ‘Ali bin Abi Thalib r.a., Zubair bin ‘Awwam, dan Sa’d bin Abi Waqqash dalam satu regu untuk pergi ke sumber air di Badar sambil mencari informasi. Mereka pun berhasil menawan beberapa orang Quraisy yang bertugas untuk mengambil air. Beberapa dari mereka kemudian masuk Islam, di antaranya budak Bani Hajjaj dan ‘Aridh Abu Yasar budak Bani ‘Ash bin Sa’d. Mereka membawanya kepada Nabi untuk diinterogasi.
Rasulullah saw. menanyai keduanya. Mereka menjawab, ”Kami adalah milik pasukan Quraisy dan kami tidak mengetahui apapun tentang Abu Sufyan.” Rasulullah saw. kembali bertanya, ”Berapa jumlah mereka?” Keduanya menjawab, ”Banyak, kami tidak tahu berapa jumlahnya.” Rasulullah saw. melanjutkan, ”Berapa banyak unta yang mereka sembelih untuk dimakan?” Keduanya menjawab, ”Sembilan, dan hari lainnya sepuluh.” Rasulullah saw. berkata, ”Mereka sekitar 900 sampai 1.000 orang.”
Beliau melanjutkan pertanyaannya, ”Siapa saja pemuka Quraisy yang ikut bersama mereka?” Keduanya menjawab, “’Utbah bin Rabi’ah, Syaibah, Abu Al-Buhturi bin Hisyam, dan Hakim bin Hizam.” Keduanya lalu menyebutkan beberapa orang pemuka Quraisy lainnya. Kemudian Rasulullah saw. berkata, ”Kota Makkah ini telah melemparkan kepada kalian kepingan-kepingan hatinya.” Beliau mengatakannya dengan maksud untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Rasulullah Melakukan Pengintaian
Rasulullah saw. pergi bersama Abu Bakar untuk melakukan pengintaian dan pengumpulan informasi. Beliau berjumpa dengan seorang badui yang sudah tua dan bertanya kepadanya tentang perihal Quraisy, Muhammad serta para sahabatnya, dan semua berita yang berhubungan dengan mereka. Orang tua itu pun menjawab, ”Aku tidak akan memberitahu kalian sebelum kalian mengatakan siapa diri kalian berdua?” Rasulullah saw. menjawab, ”Jika engkau memberitahu kepada kami terlebih dahulu, maka kami pun akan mengatakannya kepadamu.” Orang tua itu berkata, ”Atau itu dengan itu?” Rasulullah saw. menjawab, ”Ya.” Orang tua itu berkata, ”Aku dengar bahwa Muhammad dan sahabatnya keluar pada hari fulan. Dan kalau orang yang memberitahuku jujur, berarti hari ini mereka telah sampai di tempat fulan (yaitu di tempat di mana Rasulullah saw. ketika itu berada). Dan aku mendengar bahwa Quraisy keluar pada hari fulan. Dan kalau orang yang memberitahuku jujur, berarti hari ini mereka telah sampai di tempat fulan (yaitu tempat di mana pasukan Quraisy berada.)” Setelah selesai berbicara orang tua itu pun bertanya, ”Dari mana kalian berdua?” Rasulullah saw. menjawab, ”Kami dari Maa` (air)” Kemudian ia pergi meninggalkannya. Orang tua itu kembali bertanya, ”Apa itu Maa`? Apakah Maa` yang ada di Irak?”
Kaum Muslimin Menganalisis Informasi
Semua informasi yang diperoleh dari aktivitas intelejen menunjukkan bahwa rombongan kafilah dagang telah selamat dan pasukan orang-orang musyriklah yang kini berada di hadapan mereka. Pasukan Quraisy sekitar 900 hingga 1.000 orang. Di antara mereka terdapat beberapa orang pemuka Quraisy. Jumlah mereka tidak dapat disepelekan. Lalu apakah yang harus dilakukan umat Islam di hadapan informasi-informasi seperti ini?
Demikianlah kedua pasukan semakin berdekatan dan keduanya sama-sama tidak mengetahui apakah yang akan terjadi di balik pertemuan yang menegangkan itu. Itulah latar belakang meletusnya peperangan pertama di dalam sejarah Islam telah Allah swt. susun sedemikan rupa. Sebuah peperangan antara kebenaran dan kebatilan. Allah swt. berfirman, ”Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepada kalian salah satu dari dua kelompok bahwa ia akan menjadi milik kalian. Kalian berharap bahwa kelompok yang tidak memiliki kekuatanlah yang akan menjadi miliki kalian. Dan Allah swt. ingin menegakkan yang haq dengan kalimatnya, dan memusnahkan orang-orang yang kafir. Agar Ia menegakkan yang hak dan memusnahkan kebatilan meskipun orang-orang berhati durjana tidak menyukainya.” (Al-Anfal: 7-8)
Syuro
Semua yang telah direncanakan kaum muslimin akhirnya berubah. Hal-hal baru yang tak terduga sebelumnya tampak ke permukaan. Oleh karenanya ada penyikapan yang harus dipelajari dengan mengacu kepada beberapa hal berikut:
1. Tujuan pertama kaum muslimin adalah untuk mencegat rombongan kafilah dagang, dan bukan untuk berperang.
2. Minimnya persiapan dan jumlah kaum muslimin ketika itu.
3. Perjanjian yang mengikat antara Rasulullah saw. dan kaum Anshor pada saat itu adalah memberikan pertolongan di Kota Madinah, bukan di luar wilayah tersebut.
Hal-hal inilah yang sekiranya menuntut seorang pemimpin untuk mendengar secara langsung masukan dari para pasukannya. Oleh karena itu, Rasulullah saw. kemudian mengumpulkan orang-orang untuk bermusyawarah.
Beliau berkata, ”Wahai sekalian orang, berikanlah pendapat kepadaku!” Abu Bakar pun berdiri. Kemudian ia berbicara dan memberikan masukan yang baik kemudian. Kemudian ‘Umar berdiri lalu berbicara dan memberikan masukan yang baik. Kemudian Miqdad bin ‘Amr bangkit seraya berkata, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami benar-benar telah beriman kepadamu. Maka laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu dan kami akan bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang telah dikatakan oleh para pengikut Musa kepadanya, ’Pergilah engkau bersama Tuhanmu! Dan berperanglah kalian berdua. Kami akan duduk menunggu di sini.’ Namun kami akan mengatakan, ’pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kalian berdua. Sesungguhnya kami akan berperang bersama kalian.’ Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau pergi bersama kami ke wilayah Barkil Ghimaad (di ujung Yaman), niscaya kami akan berperang bersamamu menghadapi orang yang menghalangimu hingga engkau sampai ke sana.”
Lalu Rasulullah saw. berkata kepadanya dengan perkataan yang baik serta mendoakannya. Kemudian beliau kembali meminta, ”Wahai sekalian orang, berikanlah masukan kepadaku!” seakan-akan beliau memintanya dari kalangan Anshor. Ia ingin mendengar pendapat mereka tentang apa yang sedang dihadapainya saat itu. Sa’d bin Mu’adz berdiri dan berkata, ”Demi Allah, wahai Rasulullah, sepertinya engkau menginginkan kami?” Rasulullah saw. menjawab, ”Tepat.” Sa’d berkata, ”Kami benar-benar telah beriman kepadamu, kami membenarkanmu dan bersaksi bahwa engkau membawa kebenaran. Kami berikan untuk semua itu janji dan kesetiaan kami untuk mendengar dan taat. Maka laksanakanlah apa yang engkau mau. Dan kami akan bersamamu. Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya saja di hadapan kami terdapat lautan, niscaya kami akan menyelaminya bersamamu. Tak seorang pun dari kami yang akan tinggal. Kami tidak enggan untuk bertemu musuh esok hari. Kami adalah kaum yang sabar dalam berperang dan menetapi ketika bertemu musuh. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu dari kami apa yang dapat menenangkan pandanganmu. Maka pergilah dengan penuh keberkahan dari Allah!”
Rasulullah saw. pun merasa gembira. Lalu beliau berkata, ”Pergilah kalian dengan penuh keberkahan dari Allah dan berbahagialah karena sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu dari kedua rombongan tersebut. Demi Allah, seakan-akan sekarang aku sedang melihat kematian mereka.”
Syuro Seputara Tempat dan Posisi Pasukan
Ketika Rasulullah saw. hendak bergerak menghadapi pasukan musyrikin dan mendirikan kemah di hadapannya serta mengambil posisi sebagai persiapan sebelum perang, beliau masih terus mendengarkan saran dari para sahabatnya. Hubbab bin Mundzir bin Jamuh berkata, ”Wahai Rasulullah, apakah tempat ini adalah wahyu yang Allah turunkan sehingga kami tidak punya hak untuk bergeser maju ataupun mundur. Ataukah ini hanyalah pendapat pribadi, dan peperangan adalah tipu daya dan strategi?” Rasulullah saw. menjawab, ”Tidak. Ini hanyalah pendapat pribadi, dan peperangan adalah tipu daya dan strategi.” Hubbab kembali berkata, ”Wahai Rasulullah, ini bukanlah lokasi yang tepat. Pergilah bersama beberapa orang hingga kita sampai lebih dekat dengan sumber air, lalu kita singgah di sana. Kemudian kita gali beberapa sumur dan sebuah kolam, lalu kita isi air. kemudian kita perangi mereka. Sehingga kita dapat minum dan mereka tidak.” Rasulullah saw. berkata, ”Engkau benar-benar telah memberikan pendapatmu.”
Rasulullah saw. segera bangkit beserta beberapa orang sahabatnya. Ia pun pergi hingga mendekati sumber air suatu penduduk dan singgah di sana. Lalu beliau memerintahkan sahabatnya untuk membuat sumur dan sebuah kolam besar pada sumur tempat ia singgah serta mengisinya dengan air. Kemudian mereka lemparkan ke dalamnya tempat air. Mereka pun akhirnya mendapatkan sumber air, sementara kaum musyrikin tidak mendapatkannya. Sekelompok orang musyrikin datang sambil menahan perih karena kehausan. Mereka ingin mengambil air dan meminumnya. Seluruhnya terbunuh pada saat Perang Badar, kecuali Hakim bin Hizam yang sempat masuk Islam setelah itu. Ia begitu bersyukur kepada Allah swy. atas keselamatan dirinya pada saat Perang Badar. Karena kalau tidak, niscaya saat itu ia mati dalam keadaan kafir.
Allah swt. Ingin Memenangkan Kebenaran
Tidak diragukan lagi bahwa pertempuran antara pasukan muslimin dan musyrikin akan menjadi sebuah pertempuran yang sangat dahsyat. Karena orang-orang Quraiys dengan kesombongannya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk membinasakan Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya sehingga hukum paganisme menjadi satu-satunya aturan hukum yang berlaku. Namun demikian, Allah swt. menginginkan agar kekuatan kaum muslimin yang telah dibangun di Kota Madinah dan dilatih sedemikian rupa sehingga berhasil melahirkan pasukan-pasukan yang kokoh mampu mengepakkan debu di medan perang, setelah selama lima belas tahun berada di bawah tekanan penindasan dan kelaliman serta membela akidah dan dakwah yang mereka bawa.
Oleh karenanya, terlihat kemudian bahwa pertemuan antara keduanya benar-benar akan menyisakan kepahitan dan keperihan yang teramat sangat. Namun di balik semua ini, Allah swt. ingin menghancurkan kekuatan pendukung kebatilan dan meninggikan kebenaran dan para pembelanya.
”Dan (ingatlah) ketika Allah swt. menjanjikan kepada kalian salah satu dari dua kelompok bahwa ia akan menjadi milik kalian. Kalian berharap bahwa kelompok yang tidak memiliki kekuatanlah yang akan menjadi miliki kalian. Dan Allah swt. ingin menegakkan yang haq dengan kalimatnya, dan memusnahkan orang-orang yang kafir. Agar Ia menegakkan yang hak dan memusnahkan kebatilan meskipun orang-orang berhati durjana tidak menyukainya.”
“(yaitu hari) ketika kalian berada di pinggir lembah yang dekat, sementara mereka berada di lembah yang jauh sedang kafilah itu berada di bawah kalian. Sekiranya kalian mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), nicaya kalian akan berselisih pendapat dalam menentukannya. Akantetapi (Allah mempertemukan kedua pasukan itu) agar Ia melakukan suatu urusan yang harus dilaksanakan. Yaitu agar orang yang binasa itu akan mendapatkan kebinasaannya atas dasar keterangan yang jelas dan agar orang yang hidup itu mendapatkan kehidupannya atas dasar keteranan yang jelas. Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
“(Yaitu) ketika Allah menampakkan mereka di dalam mimpimu (dalam jumlah yang) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepadamu (dalam jumlah yang) banyak, tentu saja kamu menjadi gentar dan berbantah-bantahan dalam hal tersebut. Akantetapi Allah telah menyelamatkamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala yang apa yang terdapat di dalam hati. Dan ketika Allah menampakkan mereka kepada kalian, seketika itu kalian berjumpa dengan mereka dalam jumlah yang sedikit di hadapan matamu. Sementara Allah menampakkanmu dalam jumlah yang sedikit di mata mereka. Karena Allah hendak melakukan satu urusan yang harus dilaksanakan. Dan hanya kepada Allah lah segala urusan dikembalikan”
sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/perang-badar-kubra-bagian-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar