Kisah kepahlawanan bangsa Spartan di Termophile telah menjadi salah satu inspirator kisah kepahlawanan abad modern. 300 tentara pilih tanding Spartan bertempur melawan 100.000 personil pembunuh berdarah dingin Dinasti Persia. Namun adakah yang bisa membuktikan bahwa fakta sejarah itu benar-benar terjadi?. Kalaupun terjadi, pada masa itu Spartan sendiri juga merupakan sebuah peradaban maju dalam bidang militer ketimbang Athena.
Fakta sejarah sendiri pernah mencatat ada pertempuran yang hampir serupa dengan pertempuran yang terjadi di Thermophile. Meskipun dalam segi perbedaan jumlah pasukan tidak sejauh jumlah pasukan Thermophile, tetapi ada sisi menarik yang bisa kita kaji di sini. Sebuah peradaban yang baru berumur kurang dari 10 tahun hendak melawan dinasti yang telah berumur ratusan tahun, bahkan Dinasti Persia pun dibuat porak poranda setelah bertempur dengan dinasti tersebut. Tak ada dinasti lain yang bisa melakukan hal itu selain Romawi dengan kaisar Heraklius-nya.
Ketika itu Muhammad S.A.W mengantarkan pasukan muslim keluar kota Madinah. Beliau berpesan “Jangan membunuh perempuan, bayi, tuna netra serta anak-anak. Jangan menghancurkan rumah-rumah atau menebangi pohon.” Mereka hendakmelaksanakan misi suci. Muhammad secara khusus berdoa buat mereka. “Tuhan menyertai dan melindungi kamu sekalian. Semoga kembali dengan selamat.” Para prajurit itu bergemuruh menuju utara, ke arah Syam.
Syam. Syria sekarang. Sudah lama Muhammad mengincar kawasan ini untuk dakwahnya. Wilayah ini berada di jalur utama perdagangan dunia saat itu, Cina-Eropa. Di Syam pula jalur itu bercabang menuju jazirah Arab dan Yaman, serta menuju Mesir dan seluruh wilayah di Afrika. Maka Rasulullah beberapa kali mengirim misi dakwah ke arah itu.
Salah satu misi tersebut adalah ke Dathut Thalha, perbatasan Syam. Muhammad mengirim 15 orang sahabatnya untuk mengajar Islam. Namun mereka dibunuh tanpa alasan yang jelas. Hanya satu orang selamat. Kejadian tersebut diyakini sebagai alasan Muhammad untuk mengirim pasukan perangnya. Namun ada juga yang menilai bahwa pengiriman pasukan itu terjadi setelah duta Rasulullah yang membawa surat ajakan masuk Islam pada Gubernur Bushra dibunuh oleh seorang badui Ghassan atas nama Heraklius – penguasa Romawi.
Maka Muhammad pun mengirim pasukannya. Ia mengangkat Zaid bin Haritsa, anak angkatnya, untuk memimpin pasukan itu. Sekiranya Zaid meninggal, Muhammad berpesan agar komando diserahkan pada Ja’far bin Abu Thalib. Seandainya maut juga merenggut Ja’far, kepemimpinan agar diserahkan Abdullah bin Rawaha -salah seorang ksatria yang sangat disegani.
Syuhrabil, Gubernur Romawi untu Syam, telah mendengar kabar gerakan pasukan Muhammad itu. Ia lalu memobilisasi tentara dari kabilah-kabilah setempat buat menghadang. Ia juga minta Heraklius untuk mengirim pasukan tambahan. Maka berkumpullah pasukan yang diperkirakan mencapai jumlah 100-200 ribu yang terdiri dari pasukan Romawi asal Yunani,serta orang Lakhm, Jundham, Bahra, Qain dan lainnya. Ada riwayat yang menyebut Heraklius memimpin sendiri pasukannya. Namun ada yng menyebut bahwa komandan pasukan itu bukan Heraklius melainkan Theodore, saudara raja.
Di Ma’an, kamu muslimin sempat berhenti selama dua malam. Mereka gamang melihat kekuatan lawan yang sangat besar. Namun Abdullah bin Rawaha mengobarkan semangat. Bukankah mereka semua pergi ke medan laga untuk mendapatkan hal yang mereka idamkan: mati syahid.
Pasukan muslim memgambil posisi di Mu’ta. Di sini mereka digempur habis-habisan tentara Romawi. Zaid bertempur habis-habisan sampai tombak lawan menembus dadanya. Komando lalu diserahkan pada Ja’far, yang mempertahankan bendera mati-matian. Kabarnya, ketika tangan kanannya dipenggal, Ja’far memegang bendera dengan tangan kirinya. Begitu tangan kirinya dipenggal, ia mencoba tetap menegakkan tangkai bendera: memeluk dengan kedua bahunya. Saat itulah kepala Ja’far dibelah.
Abdullah anak Rawaha mengambil alih komando. Namun ia pun gugur. Dalam keadaan carut-marut, pasukam Muslimin aklamasi menunjuk Khalid bin Walid. Khalid kemudian membuat strategi yang membingungkan lawan. Pasukannya mengggempur lawan secara sporadis sampai hari petang, kemudian mereka mundur. Namun, pada pagi buta, ia menyebar pasukan seluas mungkin, lalu secara serempak menyerang. Hal demikian membuat kekuatan Romawi menjadi kacau.
Dalam keadaan tak terkoordinasi, tentara Romawi berlarian mundur. Saat itu pula, pasukan Islam yang telah sangat banyak menderita, juga menarik diri ke Madinah. Sebagian kaum Muslim di Madinah meneriaki mereka sebagai pengecut karena lari dari medan perang. Namun Muhammad justru memuji kegagagahan mereka. Sambil bercucur air mata, Muhammad merangkul anak Zaid dan membelai rambutnya. Ia juga menemui anak dan istri Ja’far.
Sekilas misi tersebut gagal. Namun, secara moral, pasukan Islam telah menang. Sepak terjang Khalid telah mengundang simpati lawan. Farwa anak Amir dari suku Jundham yang menjadi salah seorang komandan pasukan Romawi sangat kagum pada Khalid. Sembilan pedang telah dihabiskan Khalid. Siasatnya yang cerdik mampu menyelamatkan pasukan Islam dari kehancuran total, dan bahkan membikin kalang kabut lawan.
Farwa kemudian masuk Islam. Heraklius marah besar. Kaisar itu menyatakan akan mengampuni Farwa, dan berjanji mengembalikannya ke jabatan semula bila bersedia memeluk Nasrani kembali. Farwa menolak. Ia lalu dihukum mati. Tindakan Romawi tersebut justru membuat orang-orang Arab di sekitar Syam berpaling pada Muhammad. Kebencian terhadap Romawi malah bekembang.
Maka, ketika kemudian mengirim kembali misi ke arah Syam, Muhammad mencatat sukses besar. Misi yang dikomandoi Amr Bin Ash berjalan mulus, praktis tanpa perlawanan apapun. Islam kini telah siap untuk menyebar ke tempat yang lebih jauh. Ke Afrika Utara dan Eropa di arah Barat, serta ke Asia di arah Timur.
Rupanya keadaan ini membuat Sang Kaisar menjadi gusar. Beliau tidak bisa mempercayai fakta bahwa banyak dari penduduknya tertarik dengan ajaran baru yang di bawa Nabi dari tanah Arab tersebut. Beliau juga tidak ingin kehilangan kepercayaan dari para pemimpin daerah takhlukkannya. Untuk itu Sang Kaisar mempersiapkan pasukan untuk membalas kegagalannya di Syam.
Kabar tentang persiapan pasukan Romawi untuk menggempur balik kekuatan umat Islam ternyata telah sampai ke telinga Muhammad SAW. Kondisi Madinah saat itu disibukkan dengan banyaknya kaum munafik yang menggerogoti Islam dari dalam. Rasul kemudian menyeru kaum Muslimin untuk bersiap menghadapi Romawi.
Beberapa orang munafik mencari-cari alasan untuk tidak ikut berperang melawan Romawi. Muhammad tidak mendesak mereka untuk pergi, melainkan malah memintanya untuk tetap di Madinah. Ketika Abdullah bin Ubay menyusun pasukan sendiri untuk ikut ekspedisi, Rasul juga menolak. Ketika itu orang-orang munafik juga membangun masjid dan meminta Muhammad meresmikannya.
Ketika itu Muhammad meminta mereka menunda peresmian tersebut. Namun sepulang dari Tabuk, Nabi bahkan menugasi sahabat untuk membakar masjid tersebut, yang kemudian dikenal sebagai “masjid dhirar”. Yakni masjid yang dibangun bukan untuk tujuan sesungguhnya, melainkan untuk tempat memecah belah umat. Terbukti bahwa orang-orang menggunakan masjid tersebut untuk tempat berkumpul, bergosip, mencari-cari kesalahan umat Islam sendiri.
Perhatian Muhammad kemudian tersita terhadap ancaman Romawi. Ia menggalang kekuatan yang melibatkan sekitar 30 ribu prajurit. Masih banyak lagi yang ingin bergabung. Namun Muhammad menolak mereka lantaran terbatasnya jumlah unta dan kuda yang dimiliki. Padahal orang-orang kaya menyerahkan sebagian besar hartanya untuk ekspedisi tersebut. Di antaranya adalah Usman Bin Affan. Ratusan orang menangis karena tak dapat mengikuti perjalanan tersebut.
Dalam usia sekitar 60 tahun, Muhammad masih memimpin sendiri pasukan menuju ke arah Syam. Mereka sempat beristirahat di Tsamud, wilayah yang di masa silam telah dihancurkan Allah karena keingkaran warganya terhadap Nabi Allah. Pasukan kemudian melanjutkan perjalanan ke Tabuk -tempat ayang diyakini bakal menjadi ajang perang besar melawan Romawi. Namun ternyata Romawi teklah menarik pasukannya.
Di Tabuk, Muhammad sempat menjalin perjanjian dengan penguasa Alia yang beragama Nasrani, Yohanna bin Ru’ba. Yohanna menjanjikan bahwa wilayahnya akan mengikuti ketentuan yang berlaku bagi wilayah- wilayah lain yang juga tunduk pada Muhammad. Pada Yohanna, Muhammad memberikan cindera mata berupa mantel tenunan dari Yaman.
Sementara itu, Khalid bin Walid dan 500 pasukannya melanjutkan misi ke Duma, wilayah garis depan kekuasaan Romawi. Mereka berhasil menyergap pemimpin Duma, Ukaidir. Ukaidir lalu dibawa ke Madinah menyusul Muhammad yang telah pulang dari Tabuk. Ia datang mengenakan baju sutera berumbai emas, dan diiringi 2000 ekor unta dan 800 ekor kambing. Warga Madinah ternganga melihat penampilan Ukaidir. Pemimpin Duma itu kemudian juga masuk Islam.
Kemenangan besar telah diraih. Namun Rasulullah menerima cobaan. Anak laki-laki yang sangat disayanginya, Ibrahim, jatuh sakit dan kemudian meninggal. Muhammad bercucurkan air mata sampai ia diingatkan para sahabat bukankah ia sendiri melarang bersedih karena kematian. Muhammad lalu menjawab bahwa yang dilarang bukanlah berduka cita, melainkan “menangis (untuk musibah) dengan suara keras”.
Fakta sejarah sendiri pernah mencatat ada pertempuran yang hampir serupa dengan pertempuran yang terjadi di Thermophile. Meskipun dalam segi perbedaan jumlah pasukan tidak sejauh jumlah pasukan Thermophile, tetapi ada sisi menarik yang bisa kita kaji di sini. Sebuah peradaban yang baru berumur kurang dari 10 tahun hendak melawan dinasti yang telah berumur ratusan tahun, bahkan Dinasti Persia pun dibuat porak poranda setelah bertempur dengan dinasti tersebut. Tak ada dinasti lain yang bisa melakukan hal itu selain Romawi dengan kaisar Heraklius-nya.
Ketika itu Muhammad S.A.W mengantarkan pasukan muslim keluar kota Madinah. Beliau berpesan “Jangan membunuh perempuan, bayi, tuna netra serta anak-anak. Jangan menghancurkan rumah-rumah atau menebangi pohon.” Mereka hendakmelaksanakan misi suci. Muhammad secara khusus berdoa buat mereka. “Tuhan menyertai dan melindungi kamu sekalian. Semoga kembali dengan selamat.” Para prajurit itu bergemuruh menuju utara, ke arah Syam.
Syam. Syria sekarang. Sudah lama Muhammad mengincar kawasan ini untuk dakwahnya. Wilayah ini berada di jalur utama perdagangan dunia saat itu, Cina-Eropa. Di Syam pula jalur itu bercabang menuju jazirah Arab dan Yaman, serta menuju Mesir dan seluruh wilayah di Afrika. Maka Rasulullah beberapa kali mengirim misi dakwah ke arah itu.
Salah satu misi tersebut adalah ke Dathut Thalha, perbatasan Syam. Muhammad mengirim 15 orang sahabatnya untuk mengajar Islam. Namun mereka dibunuh tanpa alasan yang jelas. Hanya satu orang selamat. Kejadian tersebut diyakini sebagai alasan Muhammad untuk mengirim pasukan perangnya. Namun ada juga yang menilai bahwa pengiriman pasukan itu terjadi setelah duta Rasulullah yang membawa surat ajakan masuk Islam pada Gubernur Bushra dibunuh oleh seorang badui Ghassan atas nama Heraklius – penguasa Romawi.
Maka Muhammad pun mengirim pasukannya. Ia mengangkat Zaid bin Haritsa, anak angkatnya, untuk memimpin pasukan itu. Sekiranya Zaid meninggal, Muhammad berpesan agar komando diserahkan pada Ja’far bin Abu Thalib. Seandainya maut juga merenggut Ja’far, kepemimpinan agar diserahkan Abdullah bin Rawaha -salah seorang ksatria yang sangat disegani.
Syuhrabil, Gubernur Romawi untu Syam, telah mendengar kabar gerakan pasukan Muhammad itu. Ia lalu memobilisasi tentara dari kabilah-kabilah setempat buat menghadang. Ia juga minta Heraklius untuk mengirim pasukan tambahan. Maka berkumpullah pasukan yang diperkirakan mencapai jumlah 100-200 ribu yang terdiri dari pasukan Romawi asal Yunani,serta orang Lakhm, Jundham, Bahra, Qain dan lainnya. Ada riwayat yang menyebut Heraklius memimpin sendiri pasukannya. Namun ada yng menyebut bahwa komandan pasukan itu bukan Heraklius melainkan Theodore, saudara raja.
Di Ma’an, kamu muslimin sempat berhenti selama dua malam. Mereka gamang melihat kekuatan lawan yang sangat besar. Namun Abdullah bin Rawaha mengobarkan semangat. Bukankah mereka semua pergi ke medan laga untuk mendapatkan hal yang mereka idamkan: mati syahid.
Pasukan muslim memgambil posisi di Mu’ta. Di sini mereka digempur habis-habisan tentara Romawi. Zaid bertempur habis-habisan sampai tombak lawan menembus dadanya. Komando lalu diserahkan pada Ja’far, yang mempertahankan bendera mati-matian. Kabarnya, ketika tangan kanannya dipenggal, Ja’far memegang bendera dengan tangan kirinya. Begitu tangan kirinya dipenggal, ia mencoba tetap menegakkan tangkai bendera: memeluk dengan kedua bahunya. Saat itulah kepala Ja’far dibelah.
Abdullah anak Rawaha mengambil alih komando. Namun ia pun gugur. Dalam keadaan carut-marut, pasukam Muslimin aklamasi menunjuk Khalid bin Walid. Khalid kemudian membuat strategi yang membingungkan lawan. Pasukannya mengggempur lawan secara sporadis sampai hari petang, kemudian mereka mundur. Namun, pada pagi buta, ia menyebar pasukan seluas mungkin, lalu secara serempak menyerang. Hal demikian membuat kekuatan Romawi menjadi kacau.
Dalam keadaan tak terkoordinasi, tentara Romawi berlarian mundur. Saat itu pula, pasukan Islam yang telah sangat banyak menderita, juga menarik diri ke Madinah. Sebagian kaum Muslim di Madinah meneriaki mereka sebagai pengecut karena lari dari medan perang. Namun Muhammad justru memuji kegagagahan mereka. Sambil bercucur air mata, Muhammad merangkul anak Zaid dan membelai rambutnya. Ia juga menemui anak dan istri Ja’far.
Sekilas misi tersebut gagal. Namun, secara moral, pasukan Islam telah menang. Sepak terjang Khalid telah mengundang simpati lawan. Farwa anak Amir dari suku Jundham yang menjadi salah seorang komandan pasukan Romawi sangat kagum pada Khalid. Sembilan pedang telah dihabiskan Khalid. Siasatnya yang cerdik mampu menyelamatkan pasukan Islam dari kehancuran total, dan bahkan membikin kalang kabut lawan.
Farwa kemudian masuk Islam. Heraklius marah besar. Kaisar itu menyatakan akan mengampuni Farwa, dan berjanji mengembalikannya ke jabatan semula bila bersedia memeluk Nasrani kembali. Farwa menolak. Ia lalu dihukum mati. Tindakan Romawi tersebut justru membuat orang-orang Arab di sekitar Syam berpaling pada Muhammad. Kebencian terhadap Romawi malah bekembang.
Maka, ketika kemudian mengirim kembali misi ke arah Syam, Muhammad mencatat sukses besar. Misi yang dikomandoi Amr Bin Ash berjalan mulus, praktis tanpa perlawanan apapun. Islam kini telah siap untuk menyebar ke tempat yang lebih jauh. Ke Afrika Utara dan Eropa di arah Barat, serta ke Asia di arah Timur.
Rupanya keadaan ini membuat Sang Kaisar menjadi gusar. Beliau tidak bisa mempercayai fakta bahwa banyak dari penduduknya tertarik dengan ajaran baru yang di bawa Nabi dari tanah Arab tersebut. Beliau juga tidak ingin kehilangan kepercayaan dari para pemimpin daerah takhlukkannya. Untuk itu Sang Kaisar mempersiapkan pasukan untuk membalas kegagalannya di Syam.
Kabar tentang persiapan pasukan Romawi untuk menggempur balik kekuatan umat Islam ternyata telah sampai ke telinga Muhammad SAW. Kondisi Madinah saat itu disibukkan dengan banyaknya kaum munafik yang menggerogoti Islam dari dalam. Rasul kemudian menyeru kaum Muslimin untuk bersiap menghadapi Romawi.
Beberapa orang munafik mencari-cari alasan untuk tidak ikut berperang melawan Romawi. Muhammad tidak mendesak mereka untuk pergi, melainkan malah memintanya untuk tetap di Madinah. Ketika Abdullah bin Ubay menyusun pasukan sendiri untuk ikut ekspedisi, Rasul juga menolak. Ketika itu orang-orang munafik juga membangun masjid dan meminta Muhammad meresmikannya.
Ketika itu Muhammad meminta mereka menunda peresmian tersebut. Namun sepulang dari Tabuk, Nabi bahkan menugasi sahabat untuk membakar masjid tersebut, yang kemudian dikenal sebagai “masjid dhirar”. Yakni masjid yang dibangun bukan untuk tujuan sesungguhnya, melainkan untuk tempat memecah belah umat. Terbukti bahwa orang-orang menggunakan masjid tersebut untuk tempat berkumpul, bergosip, mencari-cari kesalahan umat Islam sendiri.
Perhatian Muhammad kemudian tersita terhadap ancaman Romawi. Ia menggalang kekuatan yang melibatkan sekitar 30 ribu prajurit. Masih banyak lagi yang ingin bergabung. Namun Muhammad menolak mereka lantaran terbatasnya jumlah unta dan kuda yang dimiliki. Padahal orang-orang kaya menyerahkan sebagian besar hartanya untuk ekspedisi tersebut. Di antaranya adalah Usman Bin Affan. Ratusan orang menangis karena tak dapat mengikuti perjalanan tersebut.
Dalam usia sekitar 60 tahun, Muhammad masih memimpin sendiri pasukan menuju ke arah Syam. Mereka sempat beristirahat di Tsamud, wilayah yang di masa silam telah dihancurkan Allah karena keingkaran warganya terhadap Nabi Allah. Pasukan kemudian melanjutkan perjalanan ke Tabuk -tempat ayang diyakini bakal menjadi ajang perang besar melawan Romawi. Namun ternyata Romawi teklah menarik pasukannya.
Di Tabuk, Muhammad sempat menjalin perjanjian dengan penguasa Alia yang beragama Nasrani, Yohanna bin Ru’ba. Yohanna menjanjikan bahwa wilayahnya akan mengikuti ketentuan yang berlaku bagi wilayah- wilayah lain yang juga tunduk pada Muhammad. Pada Yohanna, Muhammad memberikan cindera mata berupa mantel tenunan dari Yaman.
Sementara itu, Khalid bin Walid dan 500 pasukannya melanjutkan misi ke Duma, wilayah garis depan kekuasaan Romawi. Mereka berhasil menyergap pemimpin Duma, Ukaidir. Ukaidir lalu dibawa ke Madinah menyusul Muhammad yang telah pulang dari Tabuk. Ia datang mengenakan baju sutera berumbai emas, dan diiringi 2000 ekor unta dan 800 ekor kambing. Warga Madinah ternganga melihat penampilan Ukaidir. Pemimpin Duma itu kemudian juga masuk Islam.
Kemenangan besar telah diraih. Namun Rasulullah menerima cobaan. Anak laki-laki yang sangat disayanginya, Ibrahim, jatuh sakit dan kemudian meninggal. Muhammad bercucurkan air mata sampai ia diingatkan para sahabat bukankah ia sendiri melarang bersedih karena kematian. Muhammad lalu menjawab bahwa yang dilarang bukanlah berduka cita, melainkan “menangis (untuk musibah) dengan suara keras”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar